02
Feb
08

Bisnis home schooling tumbuh lima kali lipat

Sekitar tiga tahun belakangan ini, konsep home schooling alias bersekolah di rumah semakin beken.

Banyak keluarga yang memilih memberikan pendidikan kepada anaknya dengan metode home schooling ketimbang menyekolahkan mereka di sekolah formal.Tidak percaya? Lihat saja jumlah peserta home schooling yang tercatat oleh Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena), sebuah asosiasi yang menaungi kegiatan home schooling di Indonesia. “Saat ini jumlahnya sekitar 2.000 anak, padahal tahun 2006 baru sekitar 300 sampai 400 anak,” papar Seto Mul-yadi, Ketua Umum Asah Pena. Artinya, selama sekitar setahun ada peningkatan jumlah peserta home schooling sekitar lima sampai enam kali lipat.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Diana Papilaya, Prinsipal FISHomeschool. “Sebelum tahun 2006, jumlah anak usia SD sampai SMA yang ikut home schooling kurang dari 1%, tapi sekarang jadi 3%-5%,” ujar Diana.

Peningkatan kebutuhan pendidikan ala home schooling ini sendiri didorong oleh beberapa faktor. Pertama, tidak meratanya penyebaran sekolah formal di Indonesia.

Diana bercerita, salah seorang muridnya hanya bisa menempuh pendidikan sampai kelas 3 SD di kabupaten tempatnya tinggal. Untuk melanjutkan ke kelas 4, anak tersebut harus sekolah ke kabupaten lain. Dus, “Dia memilih ikut program FISHomeschool, karena 1,5 km dari rumahnya ada warnet,” kisah penyanyi anak-anak di tahun 70-an ini.

Masih ada kendala

Faktor kedua, kadang-kadang anak tidak cocok dengan metode pelajaran yang didapatnya di sekolah formal. Sebagaimana umum diketahui, sekolah formal memiliki aturan-aturan yang ketat buat para muridnya. “Di satu sisi, anak yang sangat kreatif akan susah menyalurkan kreativitasnya karena terkendala aturan yang ketat di sekolah formal,” ujar Kresno Mulyadi, Kepala Konsultane-Hugheschooling, ONNkepada KONTAN.

Tambah lagi, di sekolah formal kerap terjadi kasus kekerasan ataubullying. Ini membuat anak trauma dengan sekolah. “Masalah bullying ini membuat anak stres,” bilang Rini Ramdhani, Koordinator SunHomeschool.

Ketiga, banyaknya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya, anak-anak yang menderita penyakit autis ringan. “Mereka mungkin sebenarnya pintar, tapi di sekolah formal mereka terlihat bodoh karena kesulitan mengekspresikan pikirannya,” ungkap Kresno.

Nah, anak-anak seperti ini lebih cocok mendapatkan pendidikan dengan metode home schooling. Pasalnya, pelajaran disampaikan kepada si anak dengan cara yang diinginkan dan dipahami oleh anak tersebut.

Selain itu, belakangan makin banyak anak-anak usia sekolah yang memiliki aktivitas lain, sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan di sekolah formal. Contohnya, anak-anak usia sekolah yang berprofesi sebagai artis.

Walhasil, home schooling pun lantas menjadi peluang bisnis yang menarik. Apalagi, “Pemainnya masih sedikit,” tutur Rini. Dus, prospek bisnis home schooling pun masih cerah.

Sayangnya, metode pengajaran ala home schooling ini masih mengalami kendala. Sejatinya, lewat Pasal 27 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kegiatan home schooling sudah diakui sebagai pendidikan yang legal, yang hasilnya setara dengan pendidikan formal. Peserta home schooling pun bisa melanjutkan ke sekolah formal setelah mengikuti ujian kesetaraan paket A, paket B, dan paket C.

Masalahnya, “Waktu ujian kesetaraan tidak pas dengan tahun ajaran. Jadi kalau ada yang home schooling untuk SMA dan dia mau lanjut ke universitas, dia tidak bisa ikut SPMB,” keluh Seto.

Selain itu, kalau ada anak yang menempuh home schooling untuk tingkat SMP atau SMA dalam waktu kurang dari tiga tahun, mereka tidak boleh ikut ujian kesetaraan. “Dia harus menunggu sampai tepat tiga tahun baru boleh ikut ujian, supaya sama dengan SMP dan SMA formal,” tutur pria yang akrab disapa Kak Seto ini.

Menurut Seto, saat ini Asah Pena sedang berdiskusi dengan pemerintah untuk mencari jalan keluar masalah tersebut. Tunggu saja kabar baiknya!

+++++
Tenang, Tak Ada Guru Killer di Sini

Kalau Anda ingin memberikan pendidikan kepada anak Anda dengan metode home schooling, tidak perlu bingung. Sekarang sudah cukup banyak penyelenggara home schooling di Indonesia.

Penyelenggara home schooling berfungsi untuk memberikan materi pelajaran si anak. Materinya pada dasarnya mirip dengan materi sekolah formal. Tapi, cara belajarnya disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. “Yang penting fun,” ujar Seto Mulyadi, pemilik Kak Seto Home Schooling (KSHS).

Enaknya, home schooling bisa dilakukan melalui pendidikan jarak jauh. Tidak percaya? Tengok saja FISHomeschool. “Dari hampir 500 anak, hanya 20% yang di Jabodetabek,” kata Diana Papilaya, Prinsipal FISHomeschool.Home schooling juga tidak mengenal pengajar. “100% anak belajar mandiri,” kata Diana. Memang, ada penyelenggara yang punya motivator. Hanya, motivator ini fungsinya membantu anak untuk memahami, bukan mengajar. “Jadi, tidak ada killer teacher,” kata Kresno Mulyadi, Kepala Konsultan e-Hugheschooling.

Peran orangtua sangat penting agar home schooling sukses. “Orangtua adalah kepala sekolah sekaligus guru,” ujar Kak Seto.


10 Responses to “Bisnis home schooling tumbuh lima kali lipat”


  1. 1 suwiku
    April 5, 2008 at 11:45 pm

    Homeschool itu salah satu bentuk bisnis pendidikan to? Seperti sekolah-sekolah swasta juga? Saya kuper dong, soalnya tahunya saya homeschool tuh berarti orang tua mengambil alih kembali hak dan tanggung jawab mendidik anaknya sendiri, tidak menyerahkan ke lembaga lain (=sekolah, apapun bentuknya).

  2. 2 Valent
    April 24, 2008 at 4:20 pm

    Saya tahun 2001 kecelakaan dan tidak bisa jalan,kelas 3sma.apa bisa melanjutkan lewat home school dan apa syaratnya

  3. 3 Rektarini
    April 25, 2008 at 1:42 am

    Saya punya anak usia 15 tahun di tahun 2008 ini. Dia bermasalah dengan sekolah formal. Bagaimana saran untuk bisa home schooling.

  4. 4 Carolina
    April 27, 2008 at 8:15 am

    Bisa tahu nggak rincian biaya home schooling per semesternya? setahu saya yang awam soal home schooling ini, biayanya lebih mahal dari sekolah formal, apa iya?
    thanks ya untuk infonya….

  5. 5 HS Tunggal
    April 28, 2008 at 5:22 am

    saya copas dr P’ Aar.
    Pengertian Homeschooling :
    Sebagai praktisi homeschooling tunggal yang tak berafiliasi dengan
    lembaga HS, saya agak kecewa dengan penggambaran HS=lembaga/kursus.
    Menurut saya, harus dibedakan antara HS sebagai sebuah model pendidikan
    dan Lembaga pendukung HS, seperti Komunitas, Umbrella School, dsb.
    Dengan penggambaran bahwa HS adalah model pendidikan, masyarakat terbuka
    oleh berbagai macam pilihan, mulai HS tunggal atau bergabung dengan
    lembaga tertentu.

    HS -> bukan lembaga pendidikan.
    silahkan cek di http://www.sekolahrumah.com

  6. April 29, 2008 at 4:00 pm

    Halo 🙂
    info menarik nih, cuman sampai saat ini saya belum bisa menemukan alamat Home Schooling Online milik Diana Papilaya. Bisa kasih info alamat dan contact person ga?
    Thanks

  7. July 15, 2008 at 6:48 am

    Saya setuju dengan pendapat ibu Diana, bahwa homeschool yg benar adalah belajar dirumah masing2 bukan salah kaprah seperti homeschool dengan metode ada guru pengajar dari penyelenggara, bahkan yg lebih ngawurnya homeschool yang ada adalah berpakaian dan sekolah secara formal ala rumahan.
    saya beberapa kali discus dengan ibu Diana, tentang banyaknya saingan, homeschool diwaralabakan serta bahan yang dituduhkan diambil secara tidak berijin, beliau menjawab bahwa prinsipnya adalah bagaimana memajukan anak bangsa kita, kalau ada salah satu yang katanya penyelenggara homeschool tapi kok masih punya prinsip seperti ini apa yang ingin dibangun tentang pendidikan ….?
    Mengenai biaya yang harus dikeluarkan oleh siswa di http://www.fishomeschool.com hanya berkisar 100 ribuan toh cuma dibayarkan 10x dalam tingkat kelas, maklum ada biaya

  8. 8 rudy
    February 17, 2009 at 10:29 am

    apa yang dimaksud dengan ibu Diana disini adalah Diana Papilaya? kalau iya saya ingin mengetahuilebih jauh ttg home schooling yang dipimpin oleh Diana Papilaya, tolong di kasihkan alamat lengkap dan tel nya, terimakasih.

  9. July 8, 2013 at 2:57 am

    Sumbang pemikiran saja, mudah-mudahan ada manfaatnya. anak-anak yng ikut homeschooling pada usia formal pada masing-masing jenjang pendidikan, sebenarnya tidak harus mengikuti Ujian Kesetaraan (SD = paket A, SMP= paket B, atau SMA=paket C). tapi tetap mengikuti pendidikan formal. Konsepnya; anak tsb didaftarkan secara sah di sekolah formal, hanya proses pembelajarannya homeschooling. Anak tetap disertakan dalam kegiatan akademik sekolah, seperti ulangan harian atau ulangan kenaikan kelas, dan nuialinya dimasukkan ke daftar nilai di sekolah formal tsb. Demikian seterusnya, sampai anak tsb mengikuti Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan di sekolahnya.


Leave a reply to suwiku Cancel reply


February 2008
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
2526272829  

Archives

Flickr Photos