Lumayan, ekspor teh mulai naik setelah selama dua tahun terakhir cenderung turun.
Kenaikan volume ekspor itu bertepatan dengan harga teh dunia yang tinggi. Tapi memang, volume ekspor teh tahun ini masih di bawah volume ekspor 2005 yang mencapai 100.000 ton. “Kami perkirakan ekspor tahun ini tak akan mampu mencapai target yang ditetapkan sebanyak 100.000 ton. Paling banter 90.000 ton saja,” kata Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Insyaf Malik.
Volume ekspor teh mulai menunjukkan tren penurunan sejak 2006 lalu. Saat itu, realisasi ekspor hanya 95.000 ton, atau turun 5% terhadap ekspor 2005 yang mencapai 100.000 ton. Pada 2007, ekspor teh turun lagi menjadi 83.000 ton saja. Sekadar catatan, saat ini harga teh mencapai US$ 0,15 per kilogram. Itu adalah harga tertinggi selama lima tahun terakhir. Selama 2005-2007, harga teh di pasar dunia hanya berkisar antara US$ 0,08 per kg sampai US$ 0,103 per kg.
Insyaf menambahkan, penurunan jumlah ekspor teh ini berkebalikan dengan produksi teh yang justru naik. Tahun lalu misalnya, produksi teh nasional mencapai 149.000 ton atau naik 6,4% dibanding 2006 yang hanya 140.000 ton. Sedang kan pada 2008 ini produksi teh mencapai 160.000 ton. Usut punya usut, jebloknya kualitas teh menjadi penyebab utama turunnya volume ekspor dalam beberapa tahun terakhir.
Kualitas teh turun akibat perkebunan teh di Indonesia lalai melakukan program penanaman ulang alias replanting. Alhasil, pohon lama dibiarkan hidup dan terus dipetik, sehingga kualitasnya tak bagus lagi. Parahnya, pekebun teh juga terjepit hargapupukyang naik. Insyaf mencontohkan, hargapupukNPK yang sekarang mencapai Rp 9.000 per kg. Mahalnya hargapupukitu membuat para pengusaha teh rakyat tak sanggup lagi membelinya. Tak ayal, produksi perkebunan pun anjlok. Merosotnya ekspor teh diperparah juga oleh musim kemarau. Biasanya, daun teh di musim kemarau memang kualitasnya jelek.
kancut merah berenda 