03
Oct
06

Menutup QB, Richard Oh angkat koper

 

Aura hommy tampak bila pengunjung memasuki toko buku impor Quality Buyers (QB) World Books. Toko dengan lebih dari 50 ribu judul buku ini memiliki kafe dengan kapucino yang nikmat. Sofa empuk mengantarkan pengunjung untuk membaca dan mencermati buku-buku berbahasa asing sebelum membungkusnya pulang. Sadar atau tidak, QB mirip Lees Cafe di Leiden, Belanda, yang mengawinkan toko buku, perpustakaan dan kafe. Saat kafe di negeri kincir angin ini mulai membuka gerai di hari Minggu, gereja-gereja langsung melompong karena peserta ibadat lebih suka membaca sambil menikmati hari di Lees Cafe.  

Tetapi, jangan harap Anda bisa menyruput kapucino sembari mendengarkan alunan jazz atau blues lagi di QB. Toko buku ini mengumumkan penutupannya: QB World Books closing sale up to 70% off only at QB World Books Sunda Thamrin. Rupanya, masa keemasan QB sudah usai. Mencoba bertahan dua-tiga tahun di tengah iklim pasar yang kurang kondusif untuk bisnis buku impor, QB World akhirnya kehabisan napas. Setelah penutupan QB di Jalan Arteri Pondok Indah, dan cabang yang baru dibuka di Plaza Semanggi, kini giliran QB di Jalan Sunda.  

Sebagian orang menyesalkan penutupan toko buku yang merintis percampuran desain toko buku dan kafe. Sedangkan sebagian orang lagi bersorak gembira melihat toko buku milik Richard Oh ini bangkrut. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian diskusi di situs qbworld.com milik QB. Beberapa orang dengan terang menuding bahwa gulung tikarnya bisnis QB ini adalah ulah Richard yang melego gerainya demi menambal ongkos pembuatan film perdananya, Koper. “Adalah bodoh sekali mengatakan QB tutup karena film Koper. Nggak masuk akal bagi saya sampai menyeret QB untuk membuat film itu,” tukas Richard, kesal. 

 

Hitungan bisnis meleset 

Hitungan diatas kertas, pasar untuk bisnis buku impor ini lumayan gede. Misalnya saja, segmen yang membutuhkan buku-buku tentang desain grafis, arsitektur, media, interior eksterior maupun manajemen. Maklum, beberapa buku-buku tersebut tidak diproduksi oleh penerbit buku di Indonesia. Karena itu, buku-buku impor masih menjadi referensi penting. “Pasar untuk buku impor ini lumayan besar, kelemahannya hanya kemampuan orang untuk membelinya,” ujar Hendiarto, suplier buku-buku impor. 

Dan usai krismon tujuh tahun lalu, Richard membangun QB dengan keyakinan akan kondisi ekonomi yang bertumbuh dari tahun ke tahun. Maka, sejak dibuka tahun 1999, Richard membenamkan semua modalnya untuk membiakkan gerainya. Selain QB, bisnis lain yang dikangkangi Richard antara lain biro iklan NuvoCom Advertising, penerbit buku Metafora dan perusahaan film Metafor Mega Citra. Richard sendiri turun tangan untuk menyeleksi buku yang bakal dipajang dan dijual di toko bukunya. Setiap bulan, tak kurang dari ratusan judul buku keluar di katalog buku terbaru QB. Ia pun melengkapi toko bukunya dengan sofa yang empuk, internet berkecepatan tinggi, diskon untuk buku tertentu dan kapucino nan nikmat.  

Demi menciptakan kenyamanan bagi pengunjung, Richard rela menabrak hitungan ekonomi sebuah bisnis, misalnya soal besaran investasi, ongkos operasional setiap bulan, hingga jangka waktu balik modal. “Itu mungkin karena kesalahan saya,” tukas Richard. Segala kenyamanan yang bisa dirasakan pengunjung tak lain karena kecintaan dan impian Richard untuk menciptakan komunitas yang menggemari buku berbahasa asing di Indonesia. “Padahal semua itu memotong pemasukan yang sebenarnya sangat tipis dari penjualan,” ujar penulis buku The Rainmaker’s Daughter ini.    

Dan benar, hitungan bisnis ini ternyata meleset. Angka penjualan buku perlahan menuai titik klimaks, cash flow pun mandek sehingga kerugian pun bertumpuk-tumpuk. Keadaan ekonomi saat ini yang melemahkan daya beli masyarakat, ditambah dengan komunitas ekspatriat yang semakin berkurang, membuat pangsa QB pun perlahan tergerus. “Setelah mati-matian mempertahankannya selama lebih dari 2 tahun, kami akhirnya memutuskan untuk berhenti. Kalau tidak, kerugian akan tidak terbendung,” tegas Richard.  

Menurut sumber KONTAN, sesungguhnya Richard sudah diingatkan untuk menghentikan ekspansi sejak tahun 2004. Melihat iklim usaha yang di tahun-tahun itu, QB disarankan untuk fokus pada gerai yang sudah ada. Sayangnya, semangat Richard terlalu menggebu-gebu. Juga, dominiasi Richard di QB terlalu besar sehingga tak memunculkan orang-orang baru dari kalangan internal. “Sementara itu, tunggakan pembayaran buku yang menumpuk membuat QB tak disuplai buku baru,” ujar si sumber.  

Memang, tak mudah bagi QB bertahan mengongkosi semua gerainya senilai ratusan juta rupiah setiap bulan, sedangkan pemasukan dari penjualan buku tak mampu mencapai angka itu. Taruh kata, dari 100 ragam buku, hanya 20 ragam yang laku terjual. Dus, 20 ragam buku ini harus bisa menutupi ongkos 80 ragam buku lainnya. “Suatu saat nanti saya akan membuka QB lagi dengan model usaha yang lebih kuat,” ucap lelaki kelahiran Tebingtinggi, Sumatera Utara, optimis. Setelah QB dilego habis, Richard akan memfokuskan diri pada penulisan dan membuat film.  

 

Berkubang dalam persaingan 

Persaingan dengan gerai-gerai yang menjual buku impor juga menjadi salah satu faktor yang tak terelakkan dalam bisnis yang dilakoni QB. Sejak model toko buku ini digemari oleh pecinta buku di Jakarta, toko-toko sejenis pun mulai bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tengok saja, Maruzen, Kinokuniya, Karisma, Aksara dan Periplus. Tentu saja, QB harus membagi kuenya dengan pesaing-pesaing barunya. Bahkan, kue yang semakin mengecil itu masih harus dibagi lagi dengan toko buku lokal seperti Gramedia dan Gunung Agung yang juga menyediakan tempat bagi ceruk basah ini.  

Toko buku Aksara, contohnya. Toko buku impor ini memulai bisnisnya dua tahun setelah QB berdiri. Konsep dan target pasar yang dituju Aksara juga sama dengan QB. Koleksi bukunya pun sudah lebih dari 40 ribu judul buku di cabang Cilandak  Town Square, Plasa Indonesia, dan Kemang. Sebanyak 90% buku yang ada digerainya adalah buku impor, dan sisanya buku Indonesia. “Banyak sekali pemain yang berminat masuk ke pasar buku impor ini, karena itu, persaingan tetap ada,” ujar Vivian Idris, Head of Marketing Aksara Bookstore.  

Vivian pun tak mengelak soal rebutan kue antara gerai yang serupa dengan Aksara, ditambah toko buku lokal yang juga mengimpor buku-buku dari luar. Dengan toko buku lokal, Aksara memang tidak secara langsung head to head. “Tetapi kalau mereka menggerogoti porsi kami, itu benar!” tukas Vivian. Kekahwatiran Vivian bisa dipahami. Soalnya, baru seminggu buku baru mejeng di etalase toko buku impor, seminggu kemudian terjemahannya sudah ada di toko buku lokal, berikut dengan buku aslinya.  

Namun, tutupnya tiga gerai QB ini bukan berarti recehan yang masuk ke Aksara semakin besar. Soalnya, “Situasi seperti yang dialami QB ini juga dialami oleh yang lain,” terang Hendiarto. Artinya, imbuh Hendiarto, daya serap konsumen terhadap buku semakin sedikit, sewa gerai semakin mahal, gaji karyawan naik, dan kondisi pasar juga lesu. Hitungan Hendiarto, siklus seperti ini terjadi setiap tiga hingga lima tahun sekali. 

“Buku impor yang masuk ke Indonesia itu dihitung sebagai barang mewah, dan pajaknya pun pajak barang mewah!” tandas Vivian. Tak heran, meski kebiasaan membaca di Jakarta dan pasar buku ini sangat besar, tetapi dengan harga yang tinggi maka buku menjadi sebuah barang yang mewah. Apalagi, buku adalah elemen yang bisa ditunda pembeliannya. “Makanya, kami harus pintar mencari celah di bisnis ini,” kata Vivian.  

Kalau begitu, selamat bertahan di pasar yang makin sempit! 

 


22 Responses to “Menutup QB, Richard Oh angkat koper”


  1. 1 venny
    October 21, 2006 at 3:50 am

    Wah, sayang sekali toko buku QB di Jakarta sudah tutup, padahal beberapa waktu lalu sempat terdengar kabar akan dibuka di Semarang. Saya belum sempat mengunjungi toko buku QB di Jakarta, tapi sudah keburu tutup, padahal saya sangat suka membaca buku apa saja untuk menambah pengetahuan. Sayang sekali dukungan pemerintah untuk bisnis buku impor ini masih sangat kurang, seharusnya buku impor sudah bukan lagi barang mewah dan tidak terkena pajak yang besar. Kalau begini terus bagaimana bisa ada perkembangan masyarakat?

  2. 2 ijo wira
    October 27, 2006 at 2:26 am

    Hmm, g rasa g orang yang terakhir tau soal hal ini. Satu2nya buku yang pernah g beli di QB adalh “Ogilvy On Advertising” my fave, baru rencana mau habisin tabungan di QB too bad. Dengan pengalaman Richard di dunia Advertising, g rasa seharusnya ini tidak terjadi, how ever being a good consultant doesn’t mean you can be a good business owner.

    Anyway, g suka banget ama blog ini. Thanks and Good Luck!

    wocreative.blogspot.com

  3. 3 david tan
    November 6, 2006 at 5:52 am

    Kira2 buku2 sisa2 nya diapain oleh P’Richard ya? Kalau dititipin ke saya bisa disewain tuh, bikin library, lumayan kan daripada di gudang ngnggur dimakan rayap dan tikus. Ada yang kenal Richard Oh gak? Kenalin saya dong. email: davidtanujaya@yahoo.com

  4. 4 firmanhadi
    November 14, 2006 at 11:31 pm

    turut berduka cita atas wafatnya qb world of books. sebentar lagi kita semua harus ke singapura hanya untuk bisa menikmati buku2 bermutu.

  5. 5 d ii n ii
    November 21, 2006 at 2:30 am

    duhhh sedih banget yaa, i truly mean it…

    apalagi pas masih kul di sastra ing, QB did help me to find good sources, jujur aja gw seneng banget ke QB, even sering nya cuma bisa liat2 doank, cz duit di kantong ga cukup hehehe hikshikshiks… pernah gwa ga tau mesti milih buku yang mana pas mo di kasir cz bingung buku nya bagus2 padahal gw dah spent 1 hour di disitu…

    mmmm what can i say yaa.. gw ngga ngerti bisnis.. tapi i do really hope QB ada lagi…..

  6. November 24, 2006 at 10:02 am

    Saya memerlukan buku-buku seputar kereta api baik yang terbitan Indonesia maupun luar negeri, bisakah dibantu? Terimakasih, salam ka.

  7. 7 aprillia
    December 7, 2006 at 3:41 pm

    P.Richard Oh, dulu saya pernah kenal, pernah ngobrol dan saya kagum pada beliau, saya ingin membantu coba p.Richard buka lagi dong satu saja gerainya tapi terlengkap berapa investasinya pak, mungkin saya bisa ikutan tanam modal……I am serious ,P.Richard….Kapan kita ngobrol lagi pak sudilah meninggalkan pesan di email saya…GBU……

  8. 8 aprillia
    December 7, 2006 at 3:43 pm

    Kelupaan ninggalin alamat email untuk p.Richard : aprillia6@hotmail.com

  9. January 23, 2007 at 7:09 am

    Dear All, QB Kemang masih buka kok, coba aja ke jln. Kemang Raya No.17, dan disitu sudah mulai disuply buku2 barunya kok, walaupun gak banyak tapi ada kok, dan coba aja minta special order ke mereka dalam waktu 2 minggu (sepertinya) buku sudah ditangan(karena saya MD nya, hahahaha)…c u at the pits bois…cheers!!! xtanganxhitamx@yahoo.com

  10. 10 Ailsa
    January 30, 2007 at 10:18 am

    Nah gw ceritanya telat banget kalau tau toko buku QB tutup, dengan PDnya gw kesana ngajak temen-temen gw, temen-temen gw udah excited sampe di depan QB Thamrin TUTUP.
    Website QB World juga nggak pernah di update, sedih gw. Padahal layanan dari QB oke punya lho. Koleksinya menurut gw lebih lengkap dari Aksara. Hiksss… moga-moga Richard Oh pelan-pelan bisa mulai lagi dekh!

  11. 11 Herus
    March 29, 2007 at 7:52 am

    aku bingung yach kok toko buku ini tutup setiap keasna dari jalan sunda plasa senayan bahkan plangi eeee tahunya emang tutup ,…kemana akan ku cari buku yang bagus lagi, dengan senang hati aku dapat buku don Xiute waktu itu aku cvari kemana -mana dan akhirnya dapat juga bahkan susahnya cari sherlock holmes begitu indahnya bisa nambah wawasan dengan baca buku karangan klasik yang menggoda tapi sekarang … kemana dan kapan akan kembali

  12. 12 sonya
    April 9, 2007 at 6:20 am

    waduh kaget juga…QB tutup..

    memang daya beli masyarakat Indonesia belum sampai untuk beli buku asing, paling beberapa saja.

    hayo dong…pemerintah buat library yg bukunya bahasa asing semua jadi membangun sumber daya manusia.

  13. 13 Hera
    August 8, 2007 at 9:07 am

    Sayang yah karena lebih mudah untuk memasarkan fast food import daripada buku import….padahal gizi otakkan juga perlu yah…..moga-moga ini tidak menandakan bahwa penduduk Jakarta sudah bosan membaca….

  14. 14 virsa
    August 23, 2007 at 2:49 pm

    wah, kenapa mesti tutup sih ?! jarang banget ada toko buku d jkt yg nawarin buku2 asing n lengkap dengan dgn fasilitas nya yg nyaman kyk QB ! Moga2 ke depannya muncul lagi QB yg lain yg bisa menuhin kebutuhan masy yg haus membaca biar gak selalu ketinggalan ma negara lain..

  15. 15 Priscilla
    November 30, 2007 at 2:05 am

    Saya dukung Mba Aprilia utk kolaborasi lagi dengan P’Richard buat buka QB lagi..
    ga ada toko buku lain senyaman QB..
    sayang banget deh QB tutup, pdhal aku sering kesana buat sekedar minum kopi n baca buku. sangat disayangkan deh…
    ayooo semangat P’Richard!!!

  16. 16 John Perkins Crew
    January 18, 2008 at 1:59 am

    Fuck Richard Oh! Fucking all the time, Playing all the time, Shitting all the time, DREAMING ALL THE TIME!.

    FUCK ON RICHARD OH!

  17. January 3, 2009 at 7:20 am

    Ha ha ha kayaknya John Perkins Crew pernah dikecewain ya???
    oh ya btw, aku sih gak pernah ke QB karena domisiliku gak di Jakarta, tapi masih banyak kok toko buku import lain, kayak Limma bookshop di Kemang, aku malah dulu sering order online tuh dan selalu diladenin, malah sebagian novel favoritku Limma bookshop yang nyetokin. lalu juga ada Kinokuniya kan, kalau liat kinokuniya yang di Singapur ama yang di KLCC di KL, kayaknya pasti sama kerennya ama kinokuniya yang diluar kan? Good Luck deh toko buku import yang masih bertahan walaupun duit abis sampai gak bisa makan n ngutang buat beli buku buku itu.

  18. July 12, 2011 at 8:33 am

    TOTTY TOIME RICHARD OH SUCKS MY PENIS

  19. 19 Annisa
    March 25, 2013 at 2:32 am

    halo, saya sedang menulis thesis mengenai toko buku di indonesia. kalau boleh tau, apakah masih ingat sumber berita dari artikel ini dari mana saja ya? thank you 🙂

  20. 20 Didi
    September 20, 2013 at 7:27 am

    Hmmm..dulu sempet kerja di QB…di Bandung. QB punya branch di Bandung lho…Hmmm, tapi saya lalu pindah kerja sih sebelum QB tutup. Bukan karena apa2 sih, memang dapet pekerjaan yang lebih sesuai dengan latar belakang pendidikan. Ya, saya sih sayang banget QB tutup,soalnya konsep toko bukunya memang keren.

  21. 21 fadly yansyah
    May 12, 2014 at 3:18 pm

    kayak nya shadanan dhume ga bisamaenkesanalagi nih …..

  22. June 7, 2015 at 3:48 pm

    Sekarang Richard Oh sudah ada cafe dengan konsep perpustakaan the Readingroom di Kemang Timur, baru berencana ke sana juga sih.


Leave a comment


October 2006
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Archives

Flickr Photos