Archive for February 7th, 2008

07
Feb
08

Anggaran Cekak, Surat Utang Negara Banjir

Sudah cerita lama pemerintah setiap tahun selalu kelojotan membiayai kebutuhan negara. Maklum, penerimaan dari pajak dan ekspor masih seret seiring masih lesunya sektor riil. Maka, mengutang pun menjadi jalan pintas menambal defisit anggaran negara. Bedanya, dulu utang ke luar negeri, sekarang mengeduk utang di dalam negeri.

Begitu pula tahun ini. Defisit anggaran yang meningkat menjadi Rp 74 triliun atau 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga memaksa pemerintah mengais utang lebih banyak lagi. Caranya, pemerintah bakal banyak menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN). Jika tahun lalu frekuensi lelang SBN 20 kali, maka tahun ini akan naik menjadi 26 kali.

Tentu saja target neto penerbitan SBN tahun 2008 ini juga naik, menjadi Rp 91,6 triliun atawa melejit 56,6% dibanding dengan tahun lalu yang cuma Rp 58,5 triliun.

Penerbitan SBN neto adalah total SBN yang diterbitkan dikurangi pembayaran pokok SBN yang jatuh tempo dan pembelian kembali SBN yang belum jatuh tempo.

Penerbitan SBN memang terus meroket dalam tiga tahun terakhir. Total nominal penerbitan SBN pada tahun 2005 cuma Rp 47 triliun, tahun 2006 naik menjadi Rp 62 triliun. Tahun 2007 naik lebih besar lagi, yakni menjadi Rp 100 triliun.

Tahun ini, dengan obligasi Negara yang jatuh tempo sedikitnya Rp 26,85 triliun, total penerbitan SBN paling tidak harus sebesar Rp 118,45 triliun untuk mengejar target penerbitan SBN neto sebesar Rp 91,6 triliun tadi.

Tahun ini, jenis surat utang yang bakal dijual pemerintah adalah: obligasi negara atau Surat Utang Negara (SUN) dengan dan tanpa kupon (zero coupon bonds), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), Obligasi Negara Ritel (ORI), global bonds, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) baik rupiah maupun valuta asing.

Sayang, pemerintah masih memendam target besaran setiap jenis instrumen itu. “Semuanya bergantung pada dinamika pasar, kebutuhan dana, kemudahan dalam mengelola instrumen, dan kedalaman pasar. Jadi, kami belum bisa menentukan besaran dari setiap instrumen,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto.

Dengan penambahan SBN sebesar itu, total SBN yang beredar juga semakin menggunung. Hingga akhir Desember 2007, total SBN yang diperdagangkan sudah mencapai Rp 477,75 triliun.

Optimisme pemerintah

Apakah pasar akan mau menyerap tambahan surat utang pemerintah dengan neto Rp 91,6 triliun tahun ini? Apalagi, ada banyak faktor yang kini menghantui pasar keuangan dunia. Sebut saja dampak kasus subprime mortgageyang masih terus bergulir, harga minyak yang mungkin kembali naik, dan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Ternyata, pemerintah tetap percaya diri bahwa surat utangnya bakal sukses di pasaran. Kata Rahmat, krisis subprime di Amerika Serikat cuma sesaat menghantam pasar utang domestik. Investor asing yang sempat berbondong- bondong melepas SBN akhirnya kembali membeli surat utang Pemerintah Indonesia ini.

Sebab, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) turut menstabilkan pasar melalui pembelian SBN. Walhasil, setahun terakhir kepemilikan SBN oleh asing naik 16,36%, yakni dari Rp 54,9 triliun pada akhir 2006 menjadi Rp 78,6 triliun pada akhir 2007.

Ini salah satu faktor yang bikin pemerintah optimistis mencapai target penerbitan SBN tahun ini. “Kami yakin bisa mencapai target dengan mempertimbangkan diversify kasi pasar domestik dan internasional,” kata Rahmat.

Departemen Keuangan memang pede karena data historis lelang menunjukkan adanya potensi lonjakan permintaan pasar Rp 20 triliun.

Potensi itu bersumber dari volume penawaran kalah dalam lelang, tapi masuk dalam batas maksimum imbal hasil acuan.

Dahsyatnya, potensi tambahan permintaan itu bisa menjadi Rp 104 triliun. Itu seandainya memperhitungkan seluruh volume penawaran yang disampaikan peserta lelang tahun lalu, termasuk penawaran dengan imbal hasil di atas acuan. Maklum, orang lebih percaya pada obligasi Negara ketimbang obligasi korporasi. Hasil survei kantor Rahmat melalui kuesioner kepada semua dealer utama dan pelaku pasar, seperti bank, perusahaan sekuritas, perusahaan asuransi, dan dana pensiun, juga menunjukkan potensi lonjakan permintaan SUN sebesar Rp 39 triliun atawa 13,6% dibanding dengan 2007. Jumlah itu belum termasuk global bonds, ORI, dan SBSN atawa sukuk di pasar domestik tahun 2008.

Bahkan, survei itu memperoleh masukan mengenai potensi permintaan SBSN pada 2008. Dengan asumsi RUU SBSN yang kini masih ngendon di parlemen bakal keluar menjadi undang-undang pada semester I 2008, potensi permintaan investor domestik atas SBSN rupiah tahun ini mencapai Rp 15,5 triliun dan SBSN valuta asing sebesar Rp 11,8 triliun.

Awas, pasar bisa jenuh

Berdasarkan data-data itu, kata Rahmat, target penerimaan duit dari SBN untuk menambal defi sit memang tidak sulit digaet.

Tapi, nilai SBN yang terus menggelembung bakal menjadi bom waktu. Dengan menggelar 26 kali penerbitan tahun ini, pemerintah rata-rata akan menyedot utang baru dua minggu sekali.

Pasar bisa cepat jenuh, sehingga kalaupun ada yang membeli, investor bakal meminta imbal hasil tinggi. Ujung-ujungnya, pemerintah kudu mengeluarkan ongkos lebih besar.

Padahal, kini saja pemerintah sudah ngos-ngosan mencicil utang luar negeri warisan Orde Baru sebesar Rp 70 triliun plus utang dalam negeri untuk obligasi rekapitalisasi bank sekitar Rp 40 triliun. “Kalau sekarang ditambah lagi dengan SUN, pemerintah berikutnya bakal menjadi korban,” kata Aviliani, pengamat ekonomi yang juga Komisaris BRI.

Jika pemerintah gagal mengantisipasi hal ini, sejarah pahit bakal terulang. Pasalnya, hingga kini tak ada aturan tegas mengenai pemanfaatan duit utang. Duitnya langsung masuk ke kas Negara dan kemudian menggelontor untuk berbagai keperluan. Akibatnya, manfaat utang untuk mendorong sektor riil menjadi kabur.

Dari dulu pemerintah memang cuma berprinsip utang untuk menambal defi sit. Pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan ketimbang masa lalu dalam mengelola utang. “Zaman Pak Harto mengutang dari luar negeri, zaman Megawati menjual BUMN, dan pemerintah sekarang mengandalkan SBN,” kata Aviliani.

Kondisi malah makin parah karena kepemilikan asing di SBN makin besar. Banyak investor menaruh dana panasnya di SBN. Bila dana panas ini tiba-tiba kabur, Indonesia bisa kembali mengalami krisis moneter seperti sepuluh tahun silam.

Makanya, pemerintah harus menyusun aturan pemanfaatan SUN. Pemerintah boleh menerbitkan SUN, asal duitnya untuk mendongkrak tumbuh sektor riil.




February 2008
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
2526272829  

Archives

Flickr Photos